Indonesia sedang bereuforia. Di tengah pandemi yang entah kapan selesainya, dua putrinya, Greysia Polii dan Apriyani Rahayu, berhasil meraih emas Olimpiade Tokyo 2020 untuk cabang olahraga bulu tangkis ganda putri. Spesialnya lagi, Polii dan Rahayu membuat sejarah sebagai pasangan ganda putri pertama yang meraih emas olimpiade bagi Indonesia. Mereka berdua sungguh sangat membanggakan.
Sejak keberhasilan dua srikandi tersebut, beredar di internet tangkapan layar Polii di video klip Agnez Mo berjudul Muda. Polii yang lahir pada 11 Agustus 1987 mengangkat sebuah papan bertuliskan, “I wanna be … a world champion badminton athlete.” Siapa sangka ternyata tulisan itu yang mengantarkan dirinya menjadi juara dunia di arena sekelas olimpiade.
Tentang menulis mimpi, cita-cita, atau pun target hidup, ini adalah topik yang selalu saya sampaikan di kelas—di luar materi perkuliahan. Saya selalu bertanya kepada para mahasiswa: apa mimpimu setelah lulus? Apa keinginanmu tiga, lima, bahkan sepuluh tahun dari sekarang? Apakah kalian sudah merencanakannya? Atau, hanya ada di angan-angan kalian saja? Jawabannya, banyak dari mereka yang belum memikirkan target setelah lulus.
Kebetulan saat saya menulis artikel ini, saya sedang membaca buku The Joy of Missing Out karya Tanya Dalton. Di salah satu bagian babnya, Dalton menyajikan sebuah hasil penelitian di mana para respondennya adalah para mahasiswa MBA Harvard. Penelitian dilakukan dalam dua periode masa: sebelum dan sesudah para responden tersebut lulus.
Periode sebelum lulus, peneliti bertanya kepada para responden apakah mereka menetapkan dan menuliskannya secara jelas target untuk masa depan? Apakah mereka berencana untuk mencapainya? Hasilnya, 84% responden tidak pernah menetapkan target, 13% responden menuliskan targetnya hanya dalam hati, dan 3% sisanya menulis secara jelas di kertas beserta rancangan yang jelas untuk mencapainya.
Periode setelah lulus dengan jarak waktu sepuluh tahun, peneliti bertanya lagi kepada para responden. Hasilnya, responden yang menulis targetnya secara abstrak memiliki penghasilan dua kali lipat dibanding responden yang tidak memiliki target. Bagaimana dengan jumlah 3% responden yang menulis target dan rencana hidup, ternyata pendapatan mereka sepuluh kali lipat lebih banyak dibanding 84% dan 13% responden tersebut. Waaaw, sangat-sangat menakjubkan. Dalton menyimpulkan ketika kita menulis target berarti kita memperjelas apa yang ingin kita capai. Target atau mimpi atau cita-cita yang ditulis secara jelas akan mengarahkan fokus kita—mana jalan yang mesti ditempuh, mana yang harus dihindari.
Beberapa tahun silam, di ruang dosen Gedung Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pakuan, saya berbincang dengan Pak Nizam, rekan sesama dosen. Pak Nizam bercerita bahwa ia sering menuliskan target mimpinya. Targetnya tersebut ia tulis di karton besar dan tempel di dinding kamarnya . Ketika ia masuk keluar kamar, ia otomatis akan selalu membaca targetnya tersebut. Berulang-ulang. Dan, ternyata Pak Nizam berhasil mewujudkan target yang telah ia tulis tersebut.
Kok, bisa, sih?
Menurut Dalton dalam bukunya tersebut—yang juga diamini oleh Pak Nizam—bahwa mimpi, cita-cita, atau pun target yang tertulis, secara alamiah menghasilkan fokus energi dan waktu yang mengarah ke pencapaian target tersebut.
Saya pun menegaskan kepada para mahasiswa di kelas, selagi kalian masih duduk di bangku kuliah, mulailah merancang mimpi dan tentunya cara untuk mencapainya. Apakah setelah lulus kamu mau punya kedai kopi di sudut taman kota? Atau kamu bermimpi mengejar beasiswa master ke luar negeri? Atau menjadi ASN di salah satu kementrian? Apapun itu, jangan pernah ragu, jangan takut, silakan tuliskan mimpimu. Karena apa yang kamu tulis, itu bisa menjadi doa yang akan menembus langit ketujuh.
Dan, saya pun menjadi dosen karena menulis mimpi saya tersebut.
Published by