Tanpa Ada Pandemi Korona Pun, Kuliah Daring Adalah Keniscayaan

Jauh sebelum ada pandemi korona, aku pernah membayangkan bahwa di masa mendatang sistem perkuliahan atau pembelajaran secara tatap muka akan tergantikan dengan sistem daring. Hal ini mengingat sudah banyak institusi pendidikan menwarkan sistem belajar jarak jauh dengan menggunakan internet. Di universitas-universitas tenama di luar negeri, seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT), Harvard, Pennsylvania State University, University of Oregon, dan lain sebagainya, sudah sejak lama menawarkan kelas online. Harvard dan MIT pada tahun 2012 menyediakan program kuliah online di Situs EDX. Di dalam situs tersebut, ada lebih dari 1.300 kursus yang ditawarkan kepada calon peserta dan jumlahnya tidak dibatasi.

Program perkuliahan jarak jauh di University of Oregon disampaikan melalui sistem manajemen program Canvas. Program ini terakreditasi oleh Northwest Commission on Colleges and Universities (NWCCU). Tidak ada perbedaan antara perkuliahan daring dan tatap muka di University of Oregon, dari jadwal dan perhitungan sks. Meski perkuliahan secara daring, mahasiswa mesti mengikuti ujian secara tatap muka.

Di Indonesia sendiri sebenarnya perkuliahan daring bukanlah sesuatu hal yang baru. Universitas Terbuka (UT) telah mempelopori hal tersebut. UT menawarkan perkuliahan jarak jauh dengan memanfaatkan media, baik cetak dengan menggunakan modul, maupun noncetak menggunakan audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi. Kampus-kampus lainnya berusaha untuk mengikuti jejak UT, seperti Universitas Al-Azhar Indonesia, PPM School of Management, Universitas Sahid, Binus, dan lain sebagainya. Bahkan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berusaha menjadikan program kuliah daring sebagai strategi untuk menjadi kampus kelas dunia.

Di Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan (FE Unpak), tempatku mengajar, bahkan sudah disiapkan satu ruangan khusus yang disebut dengan Ruang E-Learning. Di ruang tersebut, dosen bisa membuat video pembelajaran tersendiri. Ke depan, di FE Unpak, dalam beberapa kali pertemuan kuliah, dosen bisa melakukan pertemuan tanpa tatap muka.

Selain institusi pendidikan, beberapa perusahaan rintisan (start-up) mengembangkan aplikasi-aplikasi belajar daring, semisal Ruangguru yang hadir sejak 2014. Ruangguru menyediakan kelas secara secara virtual untuk guru dan murid. Ada banyak bank soal yang disesuaikan dengan kurikulum yang ada di Indonesia, baik untuk pendidikan formal (tingkat SD, SMP, dan SMA) maupun nonformal.

Beberapa tahun ke belakang, pemerintah pun sudah mulai menyiapkan proses pendidikan secara daring untuk menghadapi era industri 4.0. Pendidikan daring ini merupakan pendidikan jarak jauh (PJJ) yang dikembangkan dalam sistem IdREN (Indonesia Research and Education Network). Pemerintah mengembangkan beberapa model pembelajaran, dari face to faceonline learning, hingga blended learning. Adapun model kuliah nontatap muka mengembangkan pembangunan universitas siber (Cyber University). Dengan adanya sistem kuliah daring, pemerintah berharap dapat meningkatkan akses masyarakat dalam menempuh jenjang pendidikan tinggi, khususnya bagi para pelajar dan mahasiswa di daerah yang terbatas dengan infrastruktur fisik.

Sejak pandemi menyebar di Indonesia dan pemerintah mulai menggaungkan work from home (WFH) dan study from home (SFH), maka dunia pendidikan dengan cepat beradaptasi. Kampus-kampus yang belum terbiasa dengan sistem perkuliahan daring berusaha merumuskan perkuliahan dengan menggunakan e-learning yang disokong dengan aplikasi Zoom, Meet Google, Skype, atau Google Classroom – bahkan untuk kegiatan seminar proposal dan sidang. Beberapa dosen yang sebelumnya gagap teknologi pun mau enggak mau terpaksa belajar menyesuaikan diri agar proses perkuliahan tidak terganggu.

Selama satu setengah bulan sejak SFH diberlakukan, perkuliahan daring bukanlah tanpa hambatan. Kendala-kendala yang aku temui selama perkuliahan daring adalah beberapa mahasiswa masih ada yang belum memiliki laptop atau pun personal computer (PC). Mereka hanya memanfaatkan ponsel untuk mengikuti perkuliahan daring. Kelemahannya adalah tampilan presentasi dosen tidak begitu jelas terlihat di ponsel karena layar kecil. Pun, memori yang terbatas untuk menyimpan materi dalam bentuk PPT dan PDF.

Selain itu, terkait kendala jaringan internet. Ketika perkuliahan menggunakan aplikasi video conference, banyak mahasiswa mengeluhkan jaringan internetnya tidak stabil. Alhasil itu berdampak dengan suara pengajar yang terputus-putus, tampilan power-point yang bergerak lambat, dan kesulitan dosen untuk diskusi dua arah dengan mahasiswa. Pun, pada saat proses pengerjaan tugas. Mahasiswa kesulitan mengirim tugas ke e-learning atau Google Classroom.

Perkuliahan daring yang ideal memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Setiap kampus terus berupaya untuk membangun platform e-learning yang mumpuni dan mudah digunakan (user-friendly) agar dapat dimanfaatkan oleh para dosen dan mahasiswa untuk perkuliahan, bimbingan, seminar proposal, dan sidang. Selain itu juga server yang kuat agar pada saat pelaksanaan perkuliahan tidak terkendala. Kampus-kampus bisa bekerja sama dengan beberapa platform yang sudah hadir terlebih dahulu, seperti Ruangguru, Zenius, Google Indonesia, atau platform media pembelajaran daring lainnya untuk menyokong platform milik kampus itu sendiri.

Selain platform, agar perkuliahan daring ideal maka sokongan internet pun sangat penting. Dikutip dari Databoks, per Mei 2019 Indonesia menempati peringkat 123 dunia terkait dengan akses kecepatan internet. Belum meratanya akses internet di beberapa wilayah Indonesia juga menjadi permasalahan berikutnya. Selain itu, Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara lain terkait jaringan internet 5G. Maka hal ini benar-benar sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah kita.

Ketika pandemi korona ini berakhir, bisa saja para dosen dan mahasiswa lebih memilih perkuliahan secara daring yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Dosen-dosen akan bisa mengerjakan tri dharma lainnya, seperti penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, karena fleksibilitas waktu dalam mengajar. Para mahasiswa bisa mengeksplor materi dari berbagai tempat dan tidak tersekat dinding-dinding kelas.

Published by

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *