Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak masa. Artinya, pajak tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan setiap bulannya. PPN yang kurang setor harus dibayarkan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Pun, dengan pelaporan SPT PPN. Misal, masa September 2020, pembayaran dan pelaporan dilakukan paling lambat akhir Oktober 2020.
Transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa tidak melulu selesai pada saat itu juga. Apabila ada transaksi secara kredit di mana ada kejadian pembayaran uang muka, termin, pelunasan, dan penyerahan barang dalam masa yang berbeda, PKP harus jeli menentukan masa terutang agar tidak salah menghitung, meyetorkan, dan melaporkan PPN tersebut.
Dikutip dari DDTCNews (2020), setiap negara memiliki perbedaan bagaimana menentukan saat penyerahan. Namun, cara yang umum digunakan adalah peristiwa yang terjadi lebih dulu dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut:
- Saat diterbitkannya faktur penjualan (tagihan). Ini merupakan cara yang terbaik dan jelas karena terdapat bukti berupa tanggal dokumentasi.
- Saat barang tersedia bagi pembeli atau saat jasa diberikan.
- Saat pembayaran dilakukan.
Untuk memudahkan, maka diberikan ilustrasi-ilustrasi sebagai berikut (anggaplah faktur pajak dibuat pada setiap kejadian transaksi):
Ilustrasi 1
Pada tanggal 1 September 2020, Pengusaha Kena Pajak (PKP) A menjual Barang Kena Pajak (BKP) kepada Tn. X secara tunai sebesar Rp1 juta. Barang langsung diserahkan kepada Tn. X pada hari itu juga.
Penjelasan: PKP A mengakui Pajak Keluaran (PK) sebesar Rp1 juta pada masa September 2020, karena baik BKP maupun uang telah diterima oleh PKP A.
Ilustrasi 2
Pada tanggal 1 September 2020, PKP A menjual BKP kepada Tn. X secara kredit sebesar Rp1 juta. Barang diserahkan pada 1 September 2020, sedangkan pelunasan pada 1 Oktober 2020.
Penjelasan: PKP A mengakui PK sebesar Rp1 juta pada masa September 2020, karena kejadian yang lebih dulu adalah pada saat penyerahan barang.
Ilustrasi 3
Pada tanggal 1 September 2020, PKP A menjual BKP kepada Tn. X secara tunai sebesar Rp1 juta, tetapi barang baru tersedia pada 12 Oktober 2020.
Penjelasan: PKP A mengakui PK sebesar Rp1 juta pada masa September 2020 karena kejadian yang lebih dulu adalah pada saat pembayaran atau pelunasan barang tersebut.
Ilustrasi 4
Pada tanggal 1 September 2020, PKP A menerima pesanan BKP dari Tn X. BKP tersebut harus dirakit terlebih dahulu, sehingga membutuhkan waktu pengerjaan selama empat bulan. Nilai jual BKP adalah Rp10 juta. Pada tanggal yang sama, Tn. X membayar uang muka sebesar Rp2 juta.
Penjelasan: PKP A hanya mengakui PK sebesar Rp2 juta pada masa September 2020, karena kejadian yang lebih dulu adalah pembayaran uang muka.
Ilustrasi 5
Pada tanggal 14 Oktober 2020, Tn. X membayar Rp5 juta atas pesanan pada tanggal 1 September 2020.
Penjelasan: PKP A mengakui PK sebesar Rp5 juta pada masa Oktober 2020, karena pada bulan tersebut ada pembayaran termin yang dilakukan oleh Tn. X.
Ilustrasi 6
Pada tanggal 8 November 2020, Tn. X melunasi pembayaran sebesar Rp3 juta. Sesuai dengan kontrak penjualan, barang baru selesai dibuat dan diserahkan kepada Tn. X pada Desember 2020.
Penjelasan: PKP A mengakui PK sebesar Rp3 juta pada masa November 2020, karena pada bulan tersebut ada pelunasan yang dilakukan oleh Tn. X. Maka, pada bulan Desember 2020, ketika barang tersebut selesai, kemudian diserahkan kepada Tn. X, PKP A sudah tidak mengakui lagi PK atas pemesanan BKP ini.
Ilustrasi 7
Pada November 2020, ternyata BKP telah selesai dirakit. PKP A menyerahkan BKP tersebut pada tanggal 21 November 2020. Tn. X akan melunasi sisa pembayaran Rp3 juta pada awal Desember 2020.
Penjelasan: PKP A tetap mengakui PK sebesar Rp3 juta pada masa November 2020, karena ada penyerahan barang pada bulan tersebut. Dari hal tersebut, pada bulan Desember 2020, ketika pelunasan barang, sudah tidak ada lagi PK bagi PKP A.
Referensi:
Redaksi DDTCNews. (2020). Konsep Umum Saat Terutang PPN. Tersedia di https://news.ddtc.co.id/20666.
Published by