Para mahasiswaku, selamat datang di ruang kelas blog, Bapak *oke, kalau pakai sapaan Bapak jadi serasa tua dan kaku yaa ..*.
Ini adalah postingan pertamaku *nah pakai sapaan aku dan kamu saja biar lebih cair* di blog ini setelah sekian lama bermukim di sini *tolong jangan dibuka karena sudah banyak jaring laba-labanya, heuheu …*. Aku sengaja membuat blog baru karena merasa pengalaman-pengalamanku selama menjadi dosen perlu diceritakan. Opa Pramoedya pernah mengatakan bahwa kalau ingin abadi maka menulislah. Maka, aku tidak ingin pengalamanku terlupakan begitu saja. Dan ketika aku membuat blog baru, mudah-mudahan, ide-ide tulisan yang lebih segar akan bermunculan.
Oke, cukup mukadimahnya ya karena sekarang aku mau masuk ke bagian inti.
Saya yakin kalian pasti punya guru atau dosen favorit. Tapi pernah enggak salah seorang guru atau dosen favorit kalian itu ternyata yang menjadikan diri kalian seperti saat ini?
Ya, aku punya!
Namanya Pak Entjep, dosen mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan di Program Keahlian Akuntansi Diploma IPB. Beliau merupakan salah satu pensiunan pegawai bank *aduh lupa nama bank-nya apa* dan menikmati masa pensiunnya dengan mengajar.
Ramah. Enggak njelimet ketika menjelaskan. Tidak pelit nilai. Itu semua merupakan ciri khas beliau.
Beruntungnya aku! Bertemu beliau adalah sebuah anugerah. Bagaimana tidak? Di semester akhir, aku memiliki kendala dengan tempat PKL (Praktik Kerja Lapang). Aku harus pindah karena di tempat sebelumnya ternyata sangat sulit sekali mendapatkan data untuk Tugas Akhir. Daripada aku enggak lulus, maka hengkang adalah solusinya. Kesulitan mencari tempat PKL baru dan waktu yang sangat mepet, Pak Entjep memberikanku solusi untuk PKL di sebuah koperasi salah satu bank di Bogor *fiuh*. Itu merupakan koperasi untuk para pensiunan bank dan Pak Entjep merupakan salah satu anggotanya. Akhirnya, aku bisa menyelesaikan PKL tepat waktu dan sidang di waktu yang tepat.
Keberuntunganku berikutnya adalah Pak Entjep yang menjadi dosen pengujiku saat sidang *yaaay*. Kata teman-temanku sih kalau diuji sama beliau enggak akan sulit. Dan rasa optimis melandaku untuk melewati sidang dengan mudah. Eh, pada kenyataannya beberapa pertanyaan tidak bisa aku jawab *sigh*.
Setelah selesai dan sambil menunggu pengumuman hasil, beliau menghampiriku untuk bercengkarama denganku yang sedang gamang menunggu hasil sidang. Arah pembicaraannya menayakan ke mana aku akan melangkah setelah lulus nanti. Sejujurnya aku tidak tahu. Aku hanya menjalani kuliah yaa mengalir apa adanya. Begitu saja. Tanpa punya target sama sekali setelah lulus mau ngapain. Karena masuk akuntansi bukanlah sebuah jalan yang aku rancang sebelumnya.
Mungkin, sama seperti orang-orang umum lainnya, setelah lulus mulai melamar kerja. Berharap dengan cepat dapat pekerjaan, gaji gede, posisi nyaman, dan lain sebagainya.
Pak Entjep punya pemikiran yang lain. Beliau memberiku saran untuk terus lanjut sekolah sampai strata dua–kalau ada rezeki lagi terus lanjut sampai doktor.
“Jadi dosen saja karena Bapak lihat kamu punya potensi di sana,” saran Pak Entjep. “Kalau bekerja di kantoran, Bapak khawatir kamu tidak bisa menyesuaikan (karena melihat kondisi fisikku).”
Sebelumnya sama sekali aku enggak pernah terpikirkan untuk menjadi seorang dosen. Berbicara di depan umum saja aku belepotan *ya masih sampai sekarang, sih!*. Memang selama kuliah, aku suka ngajarin teman-teman ketika mereka enggak ngerti beberapa materi. Bahkan, pernah sampai beberapa teman kelasku yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang datang ke rumahku untuk belajar Komputer Akuntansi.
Karena beliau sudah banyak membantuku, enggak ada salahnya aku menuruti sarannya. Setelah lulus D3 aku langsung melanjutkan kuliah untuk ambil strata satu lalu strata dua. Tanpa jeda.
Alhamdulillah, apa yang telah beliau arahkan untukku telah menjadi nyata. Dan aku sekarang telah menjadi dosen. Seorang dosen yang akan terus belajar agar bisa memberikan inspirasi untuk mahasiswa-mahasiswaku kelak–sama seperti yang beliau lakukan padaku.
Dan, untuk Pak Entjep di mana pun Bapak berada, terima kasih untuk sarannya. Semoga Bapak selalu sehat dan terus menginspirasi para mahasiswamu.
Catatan akhir:
Ada satu kutipan yang selalu aku ingat dari beliau, kurang lebih seperti ini,
“Bapak tidak pernah mau menyulitkan mahasiswa karena di balik perjuangan mereka terselip doa orang tua yang ingin anaknya sukses. Sebisa mungkin Bapak akan selalu bantu mereka dalam proses belajar selama di kampus.”
Sekali lagi, terima kasih banyak, Pak.
Bogor, 10 Mei 2018
Published by