Suatu ketika saya membayangkan hidup kembali ke zaman dahulu: tanpa ada internet; tanpa adanya sosial media. Setiap kali menonton film-film dengan latar waktu sebelum era internet, saya membayangkan bagaimana orang-orang pada masa tersebut berinteraksi dengan sesama dan bisa fokus dalam mengerjakan sesuatu, tanpa mesti mengecek smartphone mereka setiap beberapa menit. Rasanya asik.
Memang, selama ini saya merasa dalam satu hari waktu habis hanya untuk gulir (scrolling) Instagram, Twitter (X sekarang), games, bahkan YouTube (untung saya enggak punya akun TikTok). Padahal ada banyak kerjaan yang mesti kuselesaikan. Pun dengan target-target yang masih ingin kucapai. Namun, saya menjadi lambat untuk mengejar itu semua karena tenggelam dalam dunia maya. Saya kehilangan fokus!
Sampai pada akhirnya aku menemukan konten Anita Marissa di Greatmind yang ditayangkan di Youtube. Dia mengenalkan konsep digital minimalism–suatu konsep dalam penggunaan teknologi ketika seseorang berusaha memusatkan waktu daringnya hanya pada segelintir aktifitas yang telah dipilih dengan cermat agar membawa manfaat optimal bagi dirinya. Adapun buku yang Marissa rekomendasikan untuk dapat menerapkan konsep tersebut adalah Digital Minimalism karya Cal Newport.
Setelah sekian lama, akhirnya saya membaca buku tersebut pada awal Januari 2025. Saya pun tergugah dengan isi bukunya yang sangat bermanfaat buat hidup saya.
Buku ini menjawab keresahan saya pada media sosial yang begitu candu. Hal ini karena ternyata tanpa kita sadari selama ini media sosial memainkan psikologis kepada para penggunanya, seperti gulir postingan orang terus menerus tanpa ujung atau selalu mengecek notifikasi–yang mendorong para pengguna untuk terus kembali ke aplikasi tersebut lagi dan lagi. Apalagi, media sosial benar-benar memanfaatkan kebutuhan manusia akan validasi sosial dari status yang ia unggah ketika seseorang mendapatkan ‘like‘ atau komentar. Ini dapat memicu pelepasan dopamin sehingga pengguna merasa bahagia tetapi sebenarnya semu. Maka, dalam salah satu subbab, Newport menganjurkan agar kita “Jangan Klik Tombol Like“.
Permainan psikologis lainnya adalah aplikasi-aplikasi, seperti Facebook, X, dan lainnya menggunakan strategi pemasaran yang menggambarkan media sosial sebagai alat untuk terkoneksi dengan rekan untuk mengetahui kabar mereka dan hiburan. Namun, di balik itu semua, para pengembang aplikasi media sosial menggunakan algoritma untuk memanipulasi perhatian pengguna demi mengeruk cuan dengan hadirnya iklan. Bahkan atas fenomena ini, Newport memberikan pseudo berikut ini,
Waktu Anda = Keuntungan Mereka.
Artinya, setiap kali waktu pengguna terpakai begitu saja untuk gulir-gulir media sosial– apalagi hanya sekadar melihat konten-konten unfaedah demi hiburan semata–, maka itulah yang diinginkan para pengembang aplikasi media sosial untuk terus menumbuhkan profit perusahaan.
Di dalam buku Digital Minimalism, Cal Newport membandingkan media sosial dengan industri rokok untuk menjelaskan bagaimana perusahaan teknologi menggunakan taktik manipulatif yang serupa dengan yang digunakan oleh industri tembakau pada masa lalu. Perbandingan ini menyoroti bagaimana media sosial dirancang untuk menciptakan candu yang dapat membahayakan pengguna, meskipun pada awalnya terlihat tidak berbahaya, tetapi efeknya adalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan penurunan kualitas hubungan sosial. Sungguh sangat berbahaya!
Meski demikian, buku ini tidak serta merta mengajarkan kita untuk antipati dalam memanfaatkan teknologi-teknologi terkini. Konsep Digital Minimalism yang ditawarkan Cal Newport bukanlah seratus persen meninggalkan teknologi, melainkan dapat menggunakannya secara selektif, sederhana, dan penuh kesadaran agar dapat hidup yang jauh lebih bermakna. Dengan menyederhanakan hubungan dengan teknologi, kita dapat meningkatkan konsentrasi dan produktivitas, memperkuat hubungan sosial, mengurangi stres, dan juga memberi ruang untuk kegiatan yang benar-benar bermakna.
Buku Digital Minimalism karya Cal Newport sangat rekomendasi untuk kalian baca karena penulis menawarkan berbagai tips praktis untuk membantu kita mengelola penggunaan teknologi secara lebih sadar dan bermakna, seperti puasa digital selama tiga puluh hari dengan cara menghapus atau menghentikan penggunaan teknologi yang tidak esensial (media sosial, aplikasi hiburan, dll.) dan hanya menggunakan teknologi yang benar-benar diperlukan untuk pekerjaan atau kebutuhan penting. Selama puasa, gunakan waktu yang sebelumnya dihabiskan di media sosial untuk melakukan aktivitas yang lebih bermakna. Kemudian setelah tiga puluh hari, secara selektif tambahkan kembali teknologi yang terbukti bermanfaat dan sesuai dengan nilai kita sebenarnya.
Tips-tips lainnya silakan kalian baca sendiri di dalam bukunya, ya. Saya juga sedang menerapkannya. Hasilnya, saya bisa produktif, salah satunya bisa menghasilkan tulisan di blog ini (setelah hiatus selama tiga tahun, hiks!).
Judul Digital Minimalism: Mempertahankan Fokus di Tengah Dunia yang Gaduh. Penulis Cal Newport. Penerjemah Agnes Cynthia. Penelaah Rahayu Hidayat dan Emma L. M. Nababan. Penyunting Theya Wulan Primasari. Edisi 2024. ISBN 9786020644691. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Published by